Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui. Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian, secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat ganda.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Walau demikian, bukan berarti Anda bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online Anda sejalan dengan syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, saya mengajak Anda untuk mengenal berbagai batasan dalam berniaga secara online.
Pertama, Produk Anda Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan Anda.
Kedua, Kejelasan Status Anda
Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Berikut ini saya sarikan hukum berdagang secara online pada masing-masing kemungkinan kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya (agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh menjual barang secara offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang Anda jalankan, dan atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan tersebut halal, asalkan nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum Muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka.” (HR. Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang gambar barang atau kriteria barang, dan bukan sebagai pemilik atau perwakilannya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai kepada setiap calon pembeli. Dengan demikian, calon pembeli melakukan pembayaran lunas tanpa ada yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia pesan. Dengan metode ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam. Metode ini dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak memiliki barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari pembeli secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada suatu hari aku diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya kepada sahabat Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah kepadanya, apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian, beliau menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis gandum dengan mutu rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad bin Abil Mujalid kembali bertanya: Apakah kalian memesan langsung dari para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa kembali menjawab: Kami tidak bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR. Al-Bukhari)
b. Anda tidak menerima pembayaran tunai atau hanya menerima uang muka.
Salah satu ciri khas perniagaan secara online adalah barang yang menjadi obyek transaksi hanya bisa diserah-terimakan selang beberapa waktu. Serah terima fisik barang secara langsung dalam jual-beli secara online adalah suatu hal yang mustahil dapat dilakukan.
Dalam kondisi ini, Anda melakukan transaksi yang sama-sama terutang. Sementara secara hukum, transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Tidak ada hadis sahih satu pun tentang larangan menjual piutang dengan piutang, akan tetapi kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjual-belikan piutang dengan piutang.”
Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir. (at-Talkhis al-Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul Ghalil oleh al-Albani 5:220-222)
Karena itu agar Anda tidak terjerumus dalam akad jual-beli utang dengan utang, maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara tunai, sehingga skema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam.
Ketiga, Kejujuran Anda
Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.
Bisa jadi ada orang yang melakukan pembelian atau pemesanan. Namun setelah barang Anda kirim kepadanya, ia tidak melakukan pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila Anda sebagai pembeli, bisa jadi setelah Anda melakukan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi barang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di situsnya atau tidak sesuai dengan yang Anda inginkan.
Anda bisa bayangkan betapa susah dan repotnya bila mengalami kejadian seperti itu. Karena itu, walaupun kejujuran ditekankan dalam setiap perniagaan, pada perniagan secara online tentu lebih ditekankan lagi.
Pesan saya, hendaknya Anda ekstra hati-hati ketika melakukan suatu transaksi secara online. Baik sebagai penjual atau sebagai pembeli. Kenali dan pelajarilah berbagai kiat aman menjalankan perniagaan atau membuka toko online.
Saya mengapresiasi upaya Yayasan Bina Muslim Indonesia yang berusaha menjembatani kepentingan penjual dan pembeli melalui layanan www.bursamuslim.com. Semoga upaya www.bursamuslim.com dapat menjawab harapan dan sekaligus menjadi solusi bagi umat Islam yang ingin berniaga secara online.
Uraian ini hanya sekelumit tentang beberapa hal penting yang perlu Anda waspadai bila berniaga secara online. Harapan saya, kehadiran Anda sebagai pengusaha muslim yang berakhlak mulia dapat memberi warna pada kehidupan masyarakat secara umum dan para pelaku usaha secara khusus. wallahu Ta’ala a’alam.
Keterangan dia atas adalah artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Badri, dan diterbitkan dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 31. Pada edisi ini, majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas Halal-haram Bisnis Online. Berikut beberapa artikel penting lainnya:
1. Halal-haram Google adsense
Artikel ini ditulis oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI. Secara khusus mengupas batasan halal-haram melakukan bisnis iklan melalui Google adsense.
2. Tinjauan Kritis Bisnis Dropship
Secara khusus, melalui artikel ini, Dr. Muhammad Arifin Baderi mengupas batasan halal haram bisnis sistem dropshipping.
3. Hukum Bisnis Afiliasi
Afiliasi ebook yang sempat booming di dunia maya, ternyata menyimpan banyak masalah. Oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi, disimpulkan bahwa bisnis ini sejatinya bertentangan dengan aturan syariah.
4. Masalah Software Bajakan
Pengguna internet, umumnya tidak bisa lepas dari software andalannya. Di sisi lain, nilai nominal sebuah software, hampir tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan. Adakah jalan pintas yang dihalalkan? Anda bisa simak studi kasus oleh Ustadz Kholid Samhudi, Lc. dalam artikel ini.
5. Transaksi salam online
Transaksi salam merupakan salah satu alternatif untuk model bisnis online yang halal. Bagaimana bentuk transaksi ini? Dr. Erwandi Tarmidzi mengajak Anda untuk memahaminya dari sudut pandang fikih klasik dan kontemporer.
6. Zakat Uang Paypal
Di rubrik zakat, Ustad Muhammad Yasir, Lc menyesuaikan artikelnya dengan mengupas aturan zakat untuk Paypal
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan itu dapat dilampaui. Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan waktu tidak lagi menghambat Anda untuk menjalankan berbagai perniagaan. Dengan demikian, secara logis kapasitas perniagaan Anda dan juga hasilnya semakin berlipat ganda.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, Anda dapat memasarkan barang sebanyak mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula.
Walau demikian, bukan berarti Anda bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam syariat tetap harus Anda indahkan, agar perniagaan online Anda sejalan dengan syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Karena itu, saya mengajak Anda untuk mengenal berbagai batasan dalam berniaga secara online.
Pertama, Produk Anda Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan Anda.
Kedua, Kejelasan Status Anda
Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang Anda tawarkan.
Berikut ini saya sarikan hukum berdagang secara online pada masing-masing kemungkinan kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya (agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh menjual barang secara offline atau online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang Anda jalankan, dan atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan tersebut halal, asalkan nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum Muslimin senantiasa memenuhi persyaratan mereka.” (HR. Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang gambar barang atau kriteria barang, dan bukan sebagai pemilik atau perwakilannya, ada dua kemungkinan yang bisa terjadi:
a. Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai kepada setiap calon pembeli. Dengan demikian, calon pembeli melakukan pembayaran lunas tanpa ada yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia pesan. Dengan metode ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam. Metode ini dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak memiliki barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari pembeli secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada suatu hari aku diutus oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya kepada sahabat Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah kepadanya, apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian, beliau menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis gandum dengan mutu rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad bin Abil Mujalid kembali bertanya: Apakah kalian memesan langsung dari para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa kembali menjawab: Kami tidak bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR. Al-Bukhari)
b. Anda tidak menerima pembayaran tunai atau hanya menerima uang muka.
Salah satu ciri khas perniagaan secara online adalah barang yang menjadi obyek transaksi hanya bisa diserah-terimakan selang beberapa waktu. Serah terima fisik barang secara langsung dalam jual-beli secara online adalah suatu hal yang mustahil dapat dilakukan.
Dalam kondisi ini, Anda melakukan transaksi yang sama-sama terutang. Sementara secara hukum, transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Tidak ada hadis sahih satu pun tentang larangan menjual piutang dengan piutang, akan tetapi kesepakatan ulama telah bulat bahwa tidak boleh memperjual-belikan piutang dengan piutang.”
Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir. (at-Talkhis al-Habir oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul Ghalil oleh al-Albani 5:220-222)
Karena itu agar Anda tidak terjerumus dalam akad jual-beli utang dengan utang, maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara tunai, sehingga skema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam.
Ketiga, Kejujuran Anda
Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.
Bisa jadi ada orang yang melakukan pembelian atau pemesanan. Namun setelah barang Anda kirim kepadanya, ia tidak melakukan pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila Anda sebagai pembeli, bisa jadi setelah Anda melakukan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi barang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di situsnya atau tidak sesuai dengan yang Anda inginkan.
Anda bisa bayangkan betapa susah dan repotnya bila mengalami kejadian seperti itu. Karena itu, walaupun kejujuran ditekankan dalam setiap perniagaan, pada perniagan secara online tentu lebih ditekankan lagi.
Pesan saya, hendaknya Anda ekstra hati-hati ketika melakukan suatu transaksi secara online. Baik sebagai penjual atau sebagai pembeli. Kenali dan pelajarilah berbagai kiat aman menjalankan perniagaan atau membuka toko online.
Saya mengapresiasi upaya Yayasan Bina Muslim Indonesia yang berusaha menjembatani kepentingan penjual dan pembeli melalui layanan www.bursamuslim.com. Semoga upaya www.bursamuslim.com dapat menjawab harapan dan sekaligus menjadi solusi bagi umat Islam yang ingin berniaga secara online.
Uraian ini hanya sekelumit tentang beberapa hal penting yang perlu Anda waspadai bila berniaga secara online. Harapan saya, kehadiran Anda sebagai pengusaha muslim yang berakhlak mulia dapat memberi warna pada kehidupan masyarakat secara umum dan para pelaku usaha secara khusus. wallahu Ta’ala a’alam.
Keterangan dia atas adalah artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Badri, dan diterbitkan dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 31. Pada edisi ini, majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas Halal-haram Bisnis Online. Berikut beberapa artikel penting lainnya:
1. Halal-haram Google adsense
Artikel ini ditulis oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI. Secara khusus mengupas batasan halal-haram melakukan bisnis iklan melalui Google adsense.
2. Tinjauan Kritis Bisnis Dropship
Secara khusus, melalui artikel ini, Dr. Muhammad Arifin Baderi mengupas batasan halal haram bisnis sistem dropshipping.
3. Hukum Bisnis Afiliasi
Afiliasi ebook yang sempat booming di dunia maya, ternyata menyimpan banyak masalah. Oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi, disimpulkan bahwa bisnis ini sejatinya bertentangan dengan aturan syariah.
4. Masalah Software Bajakan
Pengguna internet, umumnya tidak bisa lepas dari software andalannya. Di sisi lain, nilai nominal sebuah software, hampir tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan. Adakah jalan pintas yang dihalalkan? Anda bisa simak studi kasus oleh Ustadz Kholid Samhudi, Lc. dalam artikel ini.
5. Transaksi salam online
Transaksi salam merupakan salah satu alternatif untuk model bisnis online yang halal. Bagaimana bentuk transaksi ini? Dr. Erwandi Tarmidzi mengajak Anda untuk memahaminya dari sudut pandang fikih klasik dan kontemporer.
6. Zakat Uang Paypal
Di rubrik zakat, Ustad Muhammad Yasir, Lc menyesuaikan artikelnya dengan mengupas aturan zakat untuk Paypal