1. Mendapati waktu fajar dalam keadaan junub
Dari
‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata, “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu
Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”94
94 HR. Bukhari no. 1926.
95
Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya secara
mu’allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 1/73 dengan
sanad lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih..
96 Tuhfatul Ahwadzi, 3/345.
97 Majmu’ Fatwa wa Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17/259.
98 Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin, 17/261-262.
99
HR. Abu Daud no. 142, Tirmidzi no. 788, An Nasa’i no. 87, Ibnu Majah
no. 407, dari Laqith bin Shobroh. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits
tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut
shahih.
100 Majmu’ Al Fatawa, 25/266.
2. Bersiwak ketika berpuasa
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka
untuk menyikat gigi (bersiwak) setiap kali berwudhu.”95
Penulis
Tuhfatul Ahwadzi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits yang semakna
dengan di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak
yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat. Inilah pendapat
yang lebih tepat.”96 Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah
mengatakan, “Yang benar adalah siwak dianjurkan bagi orang yang
berpuasa mulai dari awal hingga sore hari.”97
Adapun
pasta gigi lebih baik tidak digunakan ketika berpuasa karena pasta gigi
memiliki pengaruh sangat kuat hingga bisa mempengaruhi bagian dalam
tubuh dan kadang seseorang tidak merasakannya. Waktu untuk menyikat gigi
sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat
gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari
perkara yang dapat merusak puasanya.98
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung asal tidak berlebihan
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersungguh-sungguhlah dalam
beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) kecuali jika engkau
berpuasa.”99 Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Adapun
berkumur-kumur dan beristinsyaq (memasukkan air dalam hidung) dibolehkan
bagi orang yang berpuasa dan hal ini disepakati oleh para ulama. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat juga berkumur-kumur dan
beristinsyaq ketika berpuasa. ... Akan tetapi, dilarang untuk
berlebih-lebihan ketika itu.”100
4. Bercumbu dan mencium istri selama aman dari keluarnya mani
Orang
yang berpuasa dibolehkan bercumbu dengan istrinya selama tidak di
kemaluan dan selama terhindar dari terjerumus pada hal yang terlarang.
Puasanya tidak batal selama tidak keluar mani.101 An Nawawi rahimahullah
mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu
atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar
mani”.102
101 Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 36/52-53 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/110-111.
102 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/215.
103 HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106.
104 HR. Ahmad 1/21. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim.
105 Riwayat ini disebutkan dalam Fathul Bari (4/149), dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih.
106 HR. Bukhari no. 1938
107 HR. Bukhari no. 1940
108 Al Umm, 2/106.
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa mencium dan mencumbu istrinya sedangkan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berpuasa. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang
paling kuat menahan syahwatnya.”103
Dari
Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar bin Al Khaththab, beliau berkata, “Pada
suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku
padahal aku sedang berpuasa, maka aku mendatangi Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan aku berkata, "Hari ini aku melakukan suatu
kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, "Bagaimana pendapatmu
jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?" Aku menjawab, "Seperti itu
tidak mengapa." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Lalu apa masalahnya?"104
Masyruq
pernah bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang dibolehkan bagi seseorang
terhadap istrinya ketika puasa? ‘Aisyah menjawab, ‘Segala sesuatu selain
jima’ (bersetubuh)’.”105
5. Bekam dan donor darah jika tidak membuat lemas
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam berbekam dalam keadaan berihrom dan berpuasa.106
Anas
bin Malik radhiyallahu ‘anhu ditanya, “Apakah kalian tidak menyukai
berbekam bagi orang yang berpuasa?” Beliau berkata, “Tidak, kecuali jika
bisa menyebabkan lemah.”107
Imam
Asy Syafi’i rahimahullah dalam Al Umm mengatakan, “Jika seseorang
meninggalkan bekam ketika puasa dalam rangka kehati-hatian, maka itu
lebih aku sukai. Namun jika ia tetap melakukan bekam, aku tidak
menganggap puasanya batal.”108
Termasuk
dalam pembahasan bekam ini adalah hukum donor darah karena keduanya
sama-sama mengeluarkan darah sehingga hukumnya pun diqiyaskan
(dianalogikan).109
109 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/113-114.
110 HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf 2/304. Syaikh Al Albani dalam Irwa’ no. 937 mengatakan bahwa riwayat ini hasan.
111 Tetes mata diqiyaskan (dianalogikan) dengan bercelak.
112 Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 56 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/115.
113 Dikeluarkan oleh ‘Abdur Rozaq dengan sanad yang shahih. Lihat Fathul Bari, 4/154.
114 HR. Abu Daud no. 2365.
115 Dahak adalah sesuatu yang keluar dari hidung atau lendir yang naik dari dada.
116 Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 28/65-66 dan Shahih Fiqh Sunnah, 2/117.
117 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/118.
6. Mencicipi makanan selama tidak masuk dalam kerongkongan
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan, “Tidak mengapa
seseorang yang sedang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu, selama tidak
masuk sampai ke kerongkongan.”110 Yang termasuk dalam mencicipi adalah
mengunyah makanan untuk suatu kebutuhan seperti membantu mengunyah
makanan untuk si kecil.
7. Bercelak dan tetes mata
Bercelak
dan tetes mata111 tidaklah membatalkan puasa112. Al Hasan Al Bashri
mengatakan, “Tidak mengapa bercelak untuk orang yang berpuasa.”113
8. Mandi dan menyiramkan air di kepala untuk membuat segar
Dari
Abu Bakr bin ‘Abdirrahman, beliau berkata, “Sungguh, aku melihat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Al ‘Aroj mengguyur kepalanya
-karena keadaan yang sangat haus atau sangat terik- dengan air
sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. ”114
9. Menelan dahak
Menurut
madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, menelan dahak115 tidak membatalkan
puasa karena dianggap sama seperti air ludah dan bukan sesuatu yang
asalnya dari luar.116
10. Menelan sesuatu yang sulit dihindari
Seperti
masih ada sisa makanan yang ikut pada air ludah dan itu jumlahnya
sedikit serta sulit dihindari, juga seperti darah pada gigi yang ikut
bersama air ludah dan jumlahnya sedikit, maka seperti ini tidak mengapa
jika tertelan. Namun jika darah atau makanan lebih banyak dari air ludah
yang tertelan, puasanya jadi batal.