I’tikaf
adalah di antara jalan mudah untuk meraih lailatul qadar. I’tikaf
secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i,
i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai
dengan niat.200
200 Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 5/206.
201 Al Mughni, 4/456.
202 HR. Bukhari no. 2044.
203 HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172.
204 Latho-if Al Ma’arif, hal. 338
Dalil Disyari’atkannya I’tikaf
Ibnul
Mundzir mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan
wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk
melaksanakan i’tikaf.”201
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa
beri'tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun
wafatnya, Beliau beri'tikaf selama dua puluh hari”.202
Waktu
i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari
terakhir bulan Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf pada sepuluh hari yang akhir
dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun
beri'tikaf setelah kepergian beliau.”203
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir
dengan tujuan agar mudah meraih malam penuh kemuliaan (lailatul qadar),
untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia sehingga mudah
bermunajat dengan Allah, juga untuk memperbanyak do’a dan dzikir ketika
itu.204
I’tikaf Harus Dilakukan di Masjid
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
“(Tetapi)
janganlah kamu campuri mereka sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”(QS.
Al Baqarah: 187). Demikian juga dikarenakan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam begitu juga istri-istri beliau melakukannya di masjid,
dan tidak pernah melakukannya di rumah sama sekali.
I’tikaf Boleh Dilakukan di Masjid Mana Saja
Menurut
mayoritas ulama, i’tikaf disyari’atkan di semua masjid karena keumuman
firman Allah di atas (yang artinya) “Sedang kamu beri'tikaf dalam
masjid”. 205
205 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/151.
206 Fathul Bari, 4/271.
207
Adapun hadits marfu’ dari Hudzaifah yang mengatakan, ”Tidak ada i’tikaf
kecuali pada tiga masjid yaitu masjidil harom, masjid nabawi dan
masjidil aqsho”; perlu diketahui, hadits ini masih diperselisihkan
statusnya, apakah marfu’ (sabda Nabi) atau mauquf (perkataan sahabat).
(Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/151). Jika melihat perkataan Ibnu Hajar Al
Asqolani rahimahullah, beliau lebih memilih bahwa hadits tersebut
hanyalah perkataan Hudzaifah ibnul Yaman. Lihat Fathul Bari, 4/272.
208
Walaupun namanya beraneka ragam di tempat kita, baik dengan sebutan
masjid, musholla, langgar, maka itu dinamakan masjid menurut istilah
para ulama selama diadakan shalat jama’ah lima waktu di sana untuk kaum
muslimin. Ini berarti jika itu musholla rumahan yang bukan tempat
ditegakkan shalat lima waktu bagi kaum muslimin lainnya, maka ini tidak
masuk dalam istilah masjid. Sedangkan dinamakan masjid Jaami’ jika
ditegakkan shalat Jum’at di sana. Lihat penjelasan tentang masjid di Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/13754.
209 Lihat Al Mughni, 4/462.
210 HR. Bukhari no. 2041.
211 HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172.
212 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/151-152.
213 Lihat Fathul Bari, 4/272.
Imam
Bukhari membawakan Bab dalam kitab Shahihnya, “I’tikaf pada 10 hari
terakhir bulan Ramdhan dan i’tikaf di seluruh masjid.” Ibnu Hajar
menyatakan, “Ayat tersebut (surat Al Baqarah ayat 187) menyebutkan
disyaratkannya masjid, tanpa dikhususkan masjid tertentu”206.207
Imam
Malik mengatakan bahwa i’tikaf boleh dilakukan di masjid208 mana saja
(asal ditegakkan shalat lima waktu di sana, pen) karena keumuman firman
Allah Ta’ala (yang artinya), “Sedang kamu beri'tikaf dalam masjid”(QS.
Al Baqarah: 187). Ini juga menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i. Namun Imam
Asy Syafi’i rahimahullah menambahkan syarat, yaitu masjid tersebut
diadakan juga shalat Jum’at.209 Tujuannya adalah agar ketika pelaksanaan
shalat Jum’at, orang yang beri’tikaf tidak perlu keluar dari masjid.
Wanita Boleh Beri’tikaf
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
biasa beri'tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat
shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i'tikaf beliau. Dia (Yahya bin
Sa'id) berkata: Kemudian 'Aisyah radhiyallahu 'anha meminta izin untuk
bisa beri'tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”210 Dari
‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf pada
sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian
isteri-isteri beliau pun beri'tikaf setelah kepergian beliau.”211
Wanita
boleh beri’tikaf di masjid asalkan memenuhi 2 syarat: (1) Meminta izin
suami dan (2) Tidak menimbulkan fitnah (godaan bagi laki-laki) sehingga
wanita yang i’tikaf harus benar-benar menutup aurat dengan sempurna dan
juga tidak memakai wewangian.212
Lama Waktu Berdiam di Masjid
Para
ulama sepakat bahwa i’tikaf tidak ada batasan waktu maksimalnya. Namun
mereka berselisih pendapat berapa waktu minimal untuk dikatakan sudah
beri’tikaf. 213
Menurut
mayoritas ulama, i’tikaf tidak ada batasan waktu minimalnya, artinya
boleh cuma sesaat di malam atau di siang hari.214 Al Mardawi
rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf
yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak215 adalah selama disebut berdiam di
masjid (walaupun hanya sesaat).”216
214 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/154.
215 I’tikaf mutlak, maksudnya adalah i’tikaf tanpa disebutkan syarat berapa lama.
216 Al Inshof, 6/17.
217 HR. Bukhari no. 2041.
218 Lihat pembahasan I’tikaf dalam Shahih Fiqh Sunnah, 2/150-158.
Yang Membatalkan I’tikaf
1. Keluar masjid tanpa alasan syar’i dan tanpa ada kebutuhan yang mubah yang mendesak.
2. Jima’ (bersetubuh) dengan istri.
Yang Dibolehkan Ketika I’tikaf
1.
Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar
untuk makan dan minum, serta ada hajat lain yang tidak bisa dilakukan
di dalam masjid.
2.
Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang mengunjunginya
sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.
3. Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.
4. Mandi dan berwudhu di masjid.
5. Membawa kasur untuk tidur di masjid.
Mulai Masuk dan Keluar Masjid
Jika
ingin beri’tikaf selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka seorang
yang beri’tikaf mulai memasuki masjid setelah shalat Shubuh pada hari
ke-21 dan keluar setelah shalat shubuh pada hari ‘Idul Fithri menuju
lapangan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits ‘Aisyah, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa beri'tikaf pada bulan
Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat
khusus i'tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa'id) berkata: Kemudian 'Aisyah
radhiyallahu 'anha meminta izin untuk bisa beri'tikaf bersama beliau,
maka beliau mengizinkannya.”217
Adab I’tikaf
Hendaknya
ketika beri’tikaf seseorang menyibukkan diri dengan melakukan ketaatan
seperti berdo’a, dzikir, bershalawat pada Nabi, mengkaji Al Qur’an dan
mengkaji hadits. Dan dimakruhkan menyibukkan diri dengan perkataan dan
perbuatan yang tidak bermanfaat.