Rabu, 17 Mei 2017

HINDARI 3 HAL INI AGAR PUASA TIDAK MENJADI SIA-SIA

Puasa bukanlah menahan lapar dan dahaga saja. Namun puasa hendaknya menahan diri dari hal-hal yang diharamkan dan sia-sia. Jika tidak demikian, puasa seseorang jadi tidak ada nilainya. Yang didapati bisa jadi hanya lapar dan dahaga saja. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut melainkan hanya rasa lapar dan dahaga.”69
69 HR. Ahmad 2/373. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya jayyid.
70 HR. Bukhari no. 1903.
71 Syarh Sunan Ibni Majah, 1/121.
72 Fathul Bari, 4/117.
Berikut adalah beberapa amalan yang sudah sepatutnya dihindari oleh setiap orang yang menjalankan puasa.
1. Berkata Dusta.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.”70 As Suyuthi mengatakan, “Yang dilarang dalam hadits ini adalah az zuur yaitu dusta dan menfitnah (buhtan). Sedangkan maksud “mengamalkannya” adalah melakukan perbuatan keji dan setiap apa yang Allah larang yang merupakan konsekuensi dari berkata dusta.”71
Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Perbuatan yang disebutkan dalam hadits ini, itulah yang mengurangi pahala puasa seseorang.” Al Baydhowi rahimahullah mengatakan, “Ibadah puasa bukanlah hanya menahan diri dari lapar dan dahaga saja. Bahkan seseorang yang menjalankan puasa hendaklah mengekang berbagai syahwat dan mengajak jiwa pada kebaikan. Jika tidak demikian, sungguh Allah tidak akan melihat amalannya, dalam artian tidak akan menerimanya.”72
2. Berkata sia-sia dan berkata kotor.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.73
73 HR. Ibnu Khuzaimah 3/242. Al A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih. Mengenai makna laghwu dan rofats telah diterangkan sebelumnya pada pembahasan “Hikmah di Balik Puasa Ramadhan”.
74 Ada bentuk syahwat yang sebenarnya boleh dilakukan ketika tidak berpuasa seperti makan atau berhubungan badan dengan istri.
75 Latho’if Al Ma’arif, hal. 277.
76 Makan, minum, jima’ di luar puasa adalah suatu yang asalnya mubah (dibolehkan). Ketika puasa hal ini dilarang dan termasuk pembatal puasa.
77 Latho’if Al Ma’arif, hal. 277-278.
3. Maksiat secara umum.
Perhatikanlah petuah yang sangat bagus dari Ibnu Rajab Al Hambali berikut, “Ketahuilah bahwa amalan taqorub (mendekatkan diri) pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan berbagai syahwat74 tidak akan sempurna hingga seseorang mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan zholim, permusuhan di antara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.”
Sejelek-jelek puasa adalah yang hanya menahan lapar dan dahaga saja, sedangkan maksiat di bulan Ramadhan pun masih terus jalan. Sebagian salaf mengatakan, “Tingkatan puasa yang paling rendah adalah hanya meninggalkan minum dan makan saja.”75
Apakah Maksiat Membatalkan Puasa?
Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Mendekatkan diri pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan perkara yang asalnya mubah76 tidaklah sempurna sampai seseorang meninggalkan keharaman. Barangsiapa yang melakukan yang haram disertai mendekatkan diri pada Allah dengan meninggalkan yang mubah, maka ini sama halnya dengan seseorang meninggalkan yang wajib lalu beralih mengerjakan yang sunnah. Walaupun puasa orang yang bermaksiat tetap dianggap sah dan tidak diperintahkan untuk mengqoho’ puasanya menurut pendapat jumhur (mayoritas ulama). Alasannya karena amalan itu batal jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang karena sebab khusus (seperti makan, minum dan jima’) dan tidaklah batal jika melakukan perbuatan yang dilarang yang bukan karena sebab khusus. Inilah pendapat mayoritas ulama.”