1. Mengakhirkan Sahur
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Makan
sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”53 An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin
kuat melaksanakan puasa.”54
53 HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095.
54 Al Majmu’, 6/359.
55
HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.
56
Yang dimaksudkan dengan adzan di sini adalah adzan kedua yang dilakukan
oleh Ibnu Ummi Maktum, sebagai tanda masuk waktu shubuh atau terbit
fajar (shodiq). (Lihat Fathul Bari, 2/54)
57 HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097.
58 Lihat Fathul Bari, 4/138.
Makan
sahur hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sahur adalah
makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian
meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena
sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang
makan sahur.”55
Disunnahkan
untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat
dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia
berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas
bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh56 dan sahur
kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”.57 Dalam riwayat
Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu
Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan
sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al
Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur
adalah sebelum terbit fajar shubuh.” Di antara faedah mengakhirkan waktu
sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin
menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya
makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena
ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan
meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”58
2. Menyegerakan berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”59
59 HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari Sahl bin Sa’ad.
60 HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
61 HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
62 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.
63 HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
64
HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang
tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits
mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh
Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul
Gholil, 4/38)
Hadits
semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik.
Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di
adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari
riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini
dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan
shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai
dikerjakan. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb
(kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka
beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang
demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”60
3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.
Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas.
4. Berdo’a ketika berbuka
Perlu
diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu
terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada
tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2)
Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang
terzholimi.”61 Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena
ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam
keadaan tunduk dan merendahkan diri.62
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
“Dzahabazh
zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa
haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan
insya Allah)”63
Adapun
do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya
Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”64 Do’a ini
berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Begitu
pula do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala
rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku
beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan,
“Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui
sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.65 Sehingga cukup do’a
shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya
jadi pegangan dalam amalan.
65 Mirqotul Mafatih, 6/304.
66
HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid
bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
67 HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308.
68 Zaadul Ma’ad, 2/25.
5. Memberi makan pada orang yang berbuka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa
memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang
yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu
sedikit pun juga.”66
6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan
Dari
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan.
Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan
yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis
salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk
membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang
menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam
kebaikan dari angin yang berhembus.”67
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau
memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir
dan i’tikaf.”