Selasa, 16 Mei 2017

SUNNAH-SUNNAH PUASA

1. Mengakhirkan Sahur

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”53 An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Karena dengan makan sahur akan semakin kuat melaksanakan puasa.”54
53 HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095.
54 Al Majmu’, 6/359.
55 HR. Ahmad 3/12, dari Abu Sa’id Al Khudri. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya.
56 Yang dimaksudkan dengan adzan di sini adalah adzan kedua yang dilakukan oleh Ibnu Ummi Maktum, sebagai tanda masuk waktu shubuh atau terbit fajar (shodiq). (Lihat Fathul Bari, 2/54)
57 HR. Bukhari no. 575 dan Muslim no. 1097.
58 Lihat Fathul Bari, 4/138.
Makan sahur hendaknya tidak ditinggalkan walaupun hanya dengan seteguk air sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.”55
Disunnahkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits berikut. Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh56 dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”.57 Dalam riwayat Bukhari dikatakan, “Sekitar membaca 50 atau 60 ayat.”
Ibnu Hajar mengatakan, “Maksud sekitar membaca 50 ayat artinya waktu makan sahur tersebut tidak terlalu lama dan tidak pula terlalu cepat.” Al Qurthubi mengatakan, “Hadits ini adalah dalil bahwa batas makan sahur adalah sebelum terbit fajar shubuh.” Di antara faedah mengakhirkan waktu sahur sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar yaitu akan semakin menguatkan orang yang berpuasa. Ibnu Abi Jamroh berkata, “Seandainya makan sahur diperintahkan di tengah malam, tentu akan berat karena ketika itu masih ada yang tertidur lelap, atau barangkali nantinya akan meninggalkan shalat shubuh atau malah akan begadang di malam hari.”58

2. Menyegerakan berbuka

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”59
59 HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098, dari Sahl bin Sa’ad.
60 HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
61 HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
62 Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194.
63 HR. Abu Daud no. 2357. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
64 HR. Abu Daud no. 2358, dari Mu’adz bin Zuhroh. Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if. (Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. (Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”60

3. Berbuka dengan kurma jika mudah diperoleh atau dengan air.

Dalilnya adalah hadits yang disebutkan di atas dari Anas.

4. Berdo’a ketika berbuka

Perlu diketahui bersama bahwa ketika berbuka puasa adalah salah satu waktu terkabulnya do’a. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzholimi.”61 Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri.62
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca do’a berikut ini,
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)”63
Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)”64 Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah).
Begitu pula do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.65 Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.
65 Mirqotul Mafatih, 6/304.
66 HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
67 HR. Bukhari no. 1902 dan Muslim no. 2308.
68 Zaadul Ma’ad, 2/25.

5. Memberi makan pada orang yang berbuka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”66

6. Lebih banyak berderma dan beribadah di bulan Ramadhan

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling gemar melakukan kebaikan. Kedermawanan (kebaikan) yang beliau lakukan lebih lagi di bulan Ramadhan yaitu ketika Jibril ‘alaihis salam menemui beliau. Jibril ‘alaihis salam datang menemui beliau pada setiap malam di bulan Ramadhan (untuk membacakan Al Qur'an) hingga Al Qur'an selesai dibacakan untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Apabila Jibril ‘alaihi salam datang menemuinya, tatkala itu beliau adalah orang yang lebih cepat dalam kebaikan dari angin yang berhembus.”67
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih banyak lagi melakukan kebaikan di bulan Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah, berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf.”