Keutamaan Lailatul Qadar (Malam Penuh Kemuliaan)
Pertama, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan
segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang
diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana
ditafsirkan pada surat Al Qadar di mana Allah Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar: 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
“Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat
akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.177
Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya
waktu fajar.178
177 Lihat Zaadul Masiir, 9/192.
178 Lihat Zaadul Masiir, 9/194.
179 Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
180 Zaadul Masiir, 9/191.
Kedua,
lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan,
“Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”179
Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada
lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak
terdapat lailatul qadar.180
Ketiga,
menghidupkan lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan
dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”181
181 HR. Bukhari no. 1901.
182 HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169.
183 HR. Bukhari no. 2017.
184 Fathul Bari, 4/262-266.
185 Fathul Bari, 4/266.
186
HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim”
setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun ...” tidak terdapat dalam satu
manuskrip pun. Lihat Tarooju’at hal. 39.
Kapan Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul
Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Carilah lailatul
qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.”182
Terjadinya
lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada
malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di
bulan Ramadhan.”183
Kapan
tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani
rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam
masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang
ada adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh
malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun
ke tahun184.
Para
ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal
pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk
mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal
pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.185
Do’a di Malam Mulia, Lailatul Qadar
Sangat
dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih
do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau
radhiyallahu ‘anha berkata,
”Wahai
Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui suatu malam adalah
lailatul qadar. Apa yang mesti aku ucapkan saat itu?” Beliau menjawab,
”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ (Ya
Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf,
maafkanlah aku).”186
Tanda Lailatul Qadar
Pertama,
udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lailatul qadar
adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga
tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu
cerah dan nampak kemerah-merahan.”187
187
HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul
Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.
188 HR. Muslim no. 762.
189 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/149-150.
190 HR. Muslim no. 1175.
191
Inilah pendapat yang dipilih oleh para salaf dan ulama masa silam
mengenai maksud hadits tersebut. Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 332.
192 HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174.
193 Latho-if Al Ma’arif, hal. 331.
194 Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329.
195 ‘Aunul Ma’bud, 4/176.
Kedua,
malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan
ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak
dirasakan pada hari-hari yang lain.
Ketiga, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
Keempat,
matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tanpa
sinar yang menyorot. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, “Malam itu adalah
malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan).
Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya matahari terbit berwarna
putih tanpa sinar yang menyorot. 188”189
Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Sudah
sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar
iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat
mencontoh Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang giat ibadah pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Beliau seperti itu karena demi
meraih malam yang mulia, lailatul qadar. ‘Aisyah menceritakan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di
waktu yang lainnya.”190 ‘Aisyah mengatakan, “Apabila Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan),
beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari
berjima’191), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan
keluarganya.”192
Sufyan
Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari
terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah
pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan
anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.193
Adapun
yang dimaksudkan dengan menghidupkan lailatul qadar adalah menghidupkan
mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan
Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang
mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, ia berarti
telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.194 Menghidupkan malam
lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir
dan tilawah Al Qur’an.195 Namun amalan shalat lebih utama
dari
amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “Barangsiapa
melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap
pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”196
196 HR. Bukhari no. 1901.
197 Latho-if Al Ma’arif, hal. 341
198
Dalam at Tamhid (17/397), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh
dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat
bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci
dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah,
Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu
Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.”
199 Lihat Fatwa Al Islam Su-al wa Jawab no. 26753.
Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?
Juwaibir
pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana
pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur
(namun hatinya tidak lalai dalam dzikir), apakah mereka bisa mendapatkan
bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka
tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya,
dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”
Dari
riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap
bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan
nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka
dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh
lakukan ketika itu adalah,
1. Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.198
2.
Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa
ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.
3. Memperbanyak istighfar.
4. Memperbanyak do’a.